Kamis, 02 Februari 2012

OBYEK WISATA ALAM DI BOGOR

TAMAN SAFARI INDONESIA


Jl. Raya Taman Safari, Cisarua Puncak - Bogor
Phone: 0251-8250000 Fax.: 0251-8250555 Website: www.tamansafari.com

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


 

sumber: www.tamansafari.com









 
Taman Safari Indonesia (TSI) belokasi di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, merupakan wahana rekreasi yang cukup menarik untuk dikunjungi. Banyak obyek menarik yang terdapat di kawasan yang banyak mengkoleksi beragam jenis binatang ini, di antaranya, safari park, taman burung, animal education show, prmates & reptiles, babby zoo, kincir raksasa, gajah dan kuda tunggang, safari trek, caravan & hotel dan wild-wild west.

Untuk wahana yang disebut terakhir ini, merupakan wahana yang menarik untuk di saksikan. Pertunjukannya dilakukan di dalam arena yang disetting ala koboi, dengan atraksi koboi yang memukau. Pertunjukan ini dapat disaksikan secara gratis setiap hari, selama lebih kurang 15 menit. Selain wahana tersebut, ada lagi wahana menarik lainnya, seperti di baby zoo, di wahana ini Anda bisa berfoto bersama dengan harimau putih, macan tutul, orang utan dan lain-lain.

Baru-baru ini TSI meluncurkan wahana dan program baru, yaitu Elephant Adventure. Program tersebut mengajak para pengunjung dengan menunggang di atas punggung gajah mengelilingi kawasan TSI selama hampir satu jam dengan tarif perorang hanya 50 ribu sekali jalan. Setiap ekor gajah didampingi oleh pawangnya dan bisa ditumpangi empat orang dewasa.

Gajah tersebut akan melewati jalan yang berumput, dan melewati arus air sehingga pengunjung benar-benar bisa menikmati panorama alam yang ada di TSI. (puncakview.com)






Wild-Wild West

Selama ini Anda mungkin sering melihat atraksi koboi dalam film di televisi. Adegan kejar-kejaran, saling tembak dan adu mulut tersebut tentunya menjadi tontonan menarik dan menjadi hiburan di rumah.

Tapi pernahkah Anda menyaksikan atraksi koboi itu secara langsung? jika ingin melihatnya, Anda tak perlu jauh-jauh ke negeri asalnya di Amerika sana, tapi cukup ke Taman Safari Indonesia (TSI) di Cisarua, Bogor.

Di TSI Anda bisa menyaksikannya pada wahana Wild-Wild West yang ada di bagian belakang TSI. Untuk menyaksikan pertunjukan tersebut, pengelola TSI tidak memungut biaya, alias gratis. Anda cukup membayar tiket tanda masuk di gerbang depan TSI.

Pertunjukan koboi ini digelar setiap hari pada pukul dua siang. Penonton disediakan tempat duduk di tribun dengan setting setengah melingkar. Jadi semua pertunjukan bisa terlihat jelas dari atas tribun. Suara ringkihan kuda, pistol dan dinamit para koboi, seakan berada begitu dekat, karena efek dari sound system yang dipasang.

Ya, begitulah cara TSI menyuguhkan pertunjukan menarik kepada para tamu-nya. Bila Anda tertarik, silahkan datang ke TSI.
(puncakview.com)

CANDI PRAMBANAN

Candi Prambanan
Candi Prambanan terletak di lingkungan Taman Wisata Prambanan, kurang lebih 17 km ke arah timur dari Yogyakarta, tepatnya di Desa Prambanan Kecamatan Bokoharjo. Lokasinya hanya sekitar 100 m dari jalan raya Yogya-Solo, sehingga tidak sulit untuk menemukannya. Sebagian dari kawasan wisata yang yang terletak pada ketinggian 154 m di atas permukaan laut ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Sleman. sedangkan sebagian lagi masuk dalam wilayah Klaten. Candi Prambanan merupakan candi Hindu yang terbesar di Indonesia. Sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan candi ini dibangun dan atas perintah siapa, namun kuat dugaan bahwa Candi Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu. Dugaan tersebut didasarkan pada isi Prasasti Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan saat ini tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.
Pemugaran Candi Prambanan memakan waktu yang sangat panjang, seakan tak pernah selesai. Penemuan kembali reruntuhan bangunan yang terbesar, yaitu Candi Syiwa, dilaporkan oleh C.A. Lons pada tahun 1733. Upaya penggalian dan pencatatan pertama dilaksanakan di bawah pengawasan Groneman. Penggalian diselesaikan pada tahun 1885, meliputi pembersihan semak belukar dan pengelompokan batu-batu reruntuhan candi.
Pada tahun 1902, upaya tersebut dilanjutkan kembali oleh van Erp. Pengelompokan dan identifikasi batu-batu reruntuhan dilaksanakan secara lebih rinci. Pada tahun 1918, pemugaran terhadap Candi Prambanan dilanjutkan kembali di bawah pengawasan Dinas Purbakala (Oudheidkundige Dienst) yang dipimpin oleh P.J. Perquin. Melalui upaya ini, sebagian dari reruntuhan Candi Syiwa dapat direkonstruksi kembali.
Pada tahun 1926, dibentuk sebuah panitia pemugaran di bawah pimpinan De Haan untuk melanjutkan upaya yang telah dilaksanakan Perquin. Di bawah pengawasan panitia ini, selain pembangunan kembali Candi Syiwa semakin disempurnakan hasilnya, dimulai juga persiapan pembangunan Candi Apit.
Pada tahun 1931, De Haan meninggal dan digantikan oleh V.R. van Romondt. Pada tahun 1932, pemugaran kedua Candi Apit berhasil dirampungkan. Pemugaran terpaksa dihentikan pada tahun 1942, ketika Jepang mengambil alih pemerintahan di Indonesia.  Setelah melalui proses panjang dan tersendat-sendat akibat perang dan peralihan pemerintahan, pada tahun 1953 pemugaran Candi Syiwa dan dua Candi Apit dinyatakan selesai. Sampai saat ini, pemugaran Candi Prambanan masih terus dilaksanakan secara bertahap.
Denah asli Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri atas halaman luar dan tiga pelataran, yaitu Jaba (pelataran luar), Tengahan (pelataran tengah) dan Njeron (pelataran dalam). Halaman luar merupakan areal terbuka yang mengelilingi pelataran luar. Pelataran luar berbentuk bujur dengan luas 390 m2. Pelataran ini dahulu dikelilingi oleh pagar batu yang kini sudah tinggal reruntuhan. Pelataran luar saat ini hanya merupakan pelataran kosong. Belum diketahui apakah semula terdapat bangunan atau hiasan lain di pelataran ini.
Di tengah pelataran luar, terdapat pelataran kedua, yaitu pelataran tengah yang berbentuk persegi panjang seluas 222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi pagar batu yang saat ini juga sudah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras berundak, makin ke dalam makin tinggi. Di teras pertama, yaitu teras yang terbawah, terdapat 68 candi kecil yang berderet berkeliling, terbagi dalam empat baris oleh jalan penghubung antarpintu pelataran. Di teras kedua terdapat 60 candi, di teras ketiga terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras teratas, terdapat 44 candi. Seluruh candi di pelataran tengah ini mempunyai bentuk dan ukuran yang sama, yaitu luas denah dasar 6 m2 dan tinggi 14 m.  Hampir semua candi di pelataran tengah tersebut saat ini dalam keadaan hancur. Yang tersisa hanya reruntuhannya saja.
Pelataran dalam, merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang dianggap sebagai tempat yang paling suci. Pelataran ini berdenah persegi empat seluas 110 m2, dengan tinggi sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran tengah. Pelataran ini dikelilingi oleh turap dan pagar batu. Di keempat sisinya terdapat gerbang berbentuk gapura paduraksa. Saat ini hanya gapura di sisi selatan yang masih utuh. Di depan masing-masing gerbang pelataran teratas terdapat sepasang candi kecil, berdenah dasar bujur sangkar seluas 1, 5 m2 dengan tinggi 4 m.
Di pelataran dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara selatan. Di barisan barat terdapat 3 buah candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya paling utara adalah Candi Wisnu, di tengah adalah Candi Syiwa, dan di selatan adalah Candi Brahma. Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang menghadap ke barat. Ketiga candi ini disebut candi wahana (wahana = kendaraan), karena masing-masing candi diberi nama sesuai dengan binatang yang merupakan tunggangan dewa yang candinya terletak di hadapannya.
Candi yang berhadapan dengan Candi Wisnu adalah Candi Garuda, yang berhadapan dengan Candi Syiwa adalah Candi Nandi (lembu), dan yang berhadapan dengan Candi Brahma adalah Candi Angsa. Dengan demikian, keenam candi ini saling berhadapan membentuk lorong. Candi Wisnu, Brahma, Angsa, Garuda dan Nandi mempunyai bentuk dan ukuran yang sama, yaitu berdenah dasar bujur sangkar seluas 15 m2 dengan tinggi 25 m. Di ujung utara dan selatan lorong masing-masing terdapat sebuah candi kecil yang saling berhadapan, yang disebut Candi Apit.
CANDI SYIWA
Pada saat ditemukan, Candi Syiwa berada dalam kondisi rusak berat. Pemugarannya memakan waktu yang cukup lama, yaitu dimulai pada tahun 1918 dan baru selesai pada tahun 1953. Dinamakan Candi Syiwa karena di dalam candi ini terdapat Arca Syiwa. Candi Syiwa dikenal juga dengan nama Candi Rara Jonggrang, karena dalam salah satu ruangannya terdapat Arca Durga Mahisasuramardani, yang sering disebut sebagai Arca Rara Jonggrang. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m.  Candi Syiwa, yang terletak di tengah barisan barat, merupakan candi terbesar. Denah dasarnya berbentuk bujur sangkar seluas 34 m2 dengan tinggi 47 m.
Sepanjang dinding kaki candi dihiasi dengan pahatan dua macam hiasan yang letaknya berselang-seling. Yang pertama adalah gambar seekor singa yang berdiri di antara dua pohon kalpataru. Hiasan ini terdapat di semua sisi kaki Candi Syiwa dan kelima candi besar lainnya.
Pada dinding kaki di sisi utara dan selatan Candi Syiwa, hiasan singa di atas diapit dengan panil yang memuat pahatan sepasang binatang yang sedang berteduh di bawah sebatang pohon kalpataru yang tumbuh dalam jambangan. Berbagai binatang yang digambarkan di sini, di antaranya: kera, merak, kijang, kelinci, kambing, dan anjing. Di atas setiap pohon bertengger dua ekor burung.
Pada sisi-sisi lain dinding kaki candi, baik kaki Candi Syiwa maupun candi besar lainnya, panil bergambar binatang ini diganti dengan panil ber gambar kinara-kinari, sepasang burung berkepala manusia, yang juga sedang berteduh di bawah pohon kalpataru.
Tangga untuk naik ke permukaan batur terletak di sisi timur. Tangga atas ini dilengkapi dengan pipi tangga yang dindingnya dihiasi dengan pahatan sulur-suluran dan binatang. Pangkal pipi tangga dihiasi pahatan kepala naga yang menganga lebar dengan sosok dewa dalam mulutnya. Di kiri dan kanan tangga terdapat candi kecil yang beratap runcing dengan pahatan Arca Syiwa di keempat sisi tubuhnya.
Di puncak tangga terdapat gapura paduraksa menuju lorong di permukaan batur. Di atas ambang gapura terdapat pahatan Kalamakara yang indah. Di balik gapura terdapat sepasang candi kecil yang mempunyai relung di tubuhnya. Relung tersebut berisi Arca Mahakala dan Nandiswara, dewa-dewa penjaga pintu.
Di permukaan batur terdapat selasar selebar sekitar 1 m yang mengelilingi tubuh candi. Selasar ini dilengkapi dengan pagar atau langkan, sehingga bentuknya mirip sebuah lorong tanpa atap. Lorong berlangkan ini berbelok-belok menyudut, membagi dinding candi menjadi 6 bagian.  Sepanjang dinding tubuh candi dihiasi deretan pahatan Arca Lokapala. Lokapala adalah dewa-dewa penjaga arah mata angin, seperti Bayu, Indra, Baruna, Agni dan Yama.
Sepanjang sisi dalam dinding langkan terpahat relief Ramayana. Cerita Ramayana ini dipahatkan searah jarum jam, dimulai dari adegan Wisnu yang diminta turun ke bumi oleh para raja guna mengatasi kekacuan yang diperbuat oleh Rahwana dan diakhiri dengan adegan selesainya pembangunan jembatan melintas samudera menuju Negara Alengka. Sambungan cerita Ramayana terdapat dinding dalam langkan Candi Brahma.
Di atas dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding langkan, terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat 2 motif pahatan yang ditampilkan berselang-seling, yaitu gambar 3 orang yang berdiri sambil berpegangan tangan dan 3 orang yang sedang memainkan berbagai jenis alat musik.
Pintu masuk ke ruangan-ruangan dalam tubuh candi terdapat di teras yang lebih tinggi lagi. Untuk mencapai teras atas, terdapat tangga di depan masing-masing pintu ruangan. Dalam tubuh candi terdapat empat ruangan yang mengelilingi ruangan utama  yang terletak di tengah tubuh candi. Jalan masuk ke ruangan utama adalah melalui ruang yang menghadap ke timur. Ruangan ini ruangan kosong tanpa arca atau hiasan apapun. Pintu masuk ke ruang utama letaknya segaris dengan pintu masuk ke ruang timur. Ruang utama ini disebut Ruang Syiwa karena di tengah ruangan terdapat Arca Syiwa Mahadewa, yaitu Syiwa dalam posisi berdiri di atas teratai dengan satu tangan terangkat di depan dada dan tangan lain mendatar di depan perut. Arca Syiwa tersebut terletak di atas umpak (landasan) setinggi sekitar 60 cm, berbentuk yoni dengan saluran pembuangan air di sepanjang tepi permukaannya. Konon Arca Syiwa ini menggambarkan Raja Balitung dari Mataram Hindu (898 - 910 M) yang dipuja sebagai Syiwa.
Tidak terdapat pintu penghubung antara Ruang Syiwa dengan ketiga ruang di sisi lain. Ruang utara, barat, dan selatan memiliki pintu sendiri-sendiri yang terletak tepat di depan tangga naik ke teras atas. Dalam ruang utara terdapat Arca Durga Mahisasuramardini, yaitu Durga sebagai dewi kematian, yang menggambarkan permaisuri Raja Balitung. Durga digambarkan sebagai dewi bertangan delapan dalam posisi berdiri di atas Lembu Nandi menghadap ke Candi Wisnu. Satu tangan kanannya dalam posisi bertelekan pada sebuah gada, sedangkan ketiga tangan lainnya masing-masing memegang anak panah, pedang dan cakram. Satu tangan kirinya memegang kepala Asura, raksasa kerdil yang berdiri di atas kepala mahisa (lembu), sedangkan ketiga tangan lainnya memegang busur, perisai dan bunga. Arca Durga ini oleh masyarakat sekitar disebut juga Arca Rara Jonggrang, karena arca ini diyakini sebagai penjelmaan Rara Jonggrang. Rara Jonggrang adalah putri raja dalam legenda setempat, yang dikutuk menjadi arca oleh Bandung Bandawasa.
Dalam ruang barat terdapat Arca Ganesha dalam posisi bersila di atas padmasana (singgasana bunga teratai) dengan kedua telapak kaki saling bertemu. Kedua telapak tangan menumpang di lutut dalam posisi tengadah, sementara belalainya tertumpang dilengan kiri. Arca Ganesha ini menggambarkan putra mahkota Raja Balitung. selempang di bahu menunjukkan bahwa ia juga seorang panglima perang.
Dalam ruang selatan terdapat Arca Agastya atau Syiwa Mahaguru. Arca ini meliliki postur tubuh agak gemuk dan berjenggot. Syiwa Mahaguru digambarkan dalam posisi berdiri menghadap ke Candi Brahma di selatan dengan tangan kanan memegang tasbih sdan tangan kiri memegang sebuah kendi. Di belakangnya, di sebelah kiri terdapat pengusir lalat dan di sebelah kanan terdapat trisula. Konon Arca Syiwa Mahaguru ini menggambarkan seorang pendeta penasihat kerajaan.


CANDI WISNU
Candi Wisnu terdapat di sebelah utara Candi Syiwa. Tubuh candi berdiri di atas batur yang membentuk selasar berlangkan. Tangga untuk naik ke permukaan batur terletak di sisi timur. Di sepanjang dinding tubuh candi berderet panil dengan pahatan yang menggambarkan Lokapala.
Sepanjang dinding dalam langkan dihiasi seretan panil yang memuat relief Krisnayana. Krisnayana adalah kisah kehidupan Krisna sejak ia dilahirkan sampai ia berhasil menduduki tahta Kerajaaan Dwaraka.
Di atas dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding langkan, terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu sebagai pendeta yang sedang duduk dengan berbagai posisi tangan.





Candi Wisnu hanya mempunyai 1 ruangan dengan satu pintu yang menghadap ke timur. Dalam ruangan tersebut, terdapat Arca Wisnu dalam posisi berdiri di atas 'umpak' berbentuk yoni. Wisnu digambarkan sebagai dewa bertangan 4. Tangan kanan belakang memegang Cakra (senjata Wisnu) sedangkan tangan kiri memegang tiram. Tangan kanan depan memegang gada dan tangan kiri memegang setangkai bunga teratai.


CANDI BRAHMA
Candi Brahma letaknya di sebelah selatan Candi Syiwa. Tubuh candi berdiri di atas batur yang membentuk selasar berlangkan. Di sepanjang dinding tubuh candi berderet panil dengan pahatan yang menggambarkan Lokapala.
Sepanjang dinding dalam langkan dihiasi seretan panil yang memuat kelanjutan cerita Ramayana di dinding dalam langkan Candi Syiwa. Penggalan cerita Ramayana di Candi Brahma ini mengisahkan peperangan Rama dibantu adiknya, Laksmana, dan bala tentara kera melawan Rahwana sampai pada Sinta pergi mengembara ke hutan setelah diusir oleh Rama yang meragukan kesuciannya. Sinta melahirkan putranya di hutan di bawah lindungan seorang pertapa.
Di atas dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, menghadap ke luar, terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat pahatan yang menggambarkan Brahma sebagai pendeta yang sedang duduk dengan berbagai posisi tangan.
Candi Brahma juga hanya mempunyai 1 ruangan dengan satu pintu yang menghadap ke timur. Dalam ruangan tersebut, terdapat Arca Brahma dalam posisi berdiri di atas umpak berbentuk yoni. Brahma digambarkan sebagai dewa yang memiliki empat wajah, masing-masing menghadap ke arah yang berbeda, dan dua pasang tangan. Pada dahi di wajah yang menghadap ke depan terdapat mata ketiga yang disebut 'urna'. Patung Brahma itu sebetulnya sangat indah, tetapi sekarang sudah rusak. Dinding ruang Brahma polos tanpa hiasan. Pada dinding di setiap sisi terdapat batu yang menonjol yang berfungsi sebagai tempat meletakkan lampu minyak.


CANDI WAHANA
Candi Nandi. Candi ini mempunyai satu tangga masuk yang menghadap ke barat, yaitu ke Candi Syiwa. Nandi adalah lembu suci tunggangan Dewa Syiwa. Jika dibandingkan dengan Candi Garuda dan Candi Angsa yang berada di sebelah kanan dan kirinya, Candi Nandi mempunyai bentuk yang sama, hanya ukurannya sedikit lebih besar dan lebih tinggi. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Seperti yang terdapat di Candi Syiwa, pada dinding kaki terdapat dua motif pahatan yang letaknya berselang-seling. Yang pertama merupakan gambar singa yang berdiri di antara dua pohon kalpataru dan yang kedua merupakan gambar sepasang binatang yang berteduh di bawah pohon kalpataru. Di atas pohon bertengger dua ekor burung. Gambar-gambar semacam ini terdapat juga pada candi wahana lainnya.
Candi Nandi memiliki satu ruangan dalam tubuhnya. Tangga dan pintu masuk ke ruangan terletak di sisi barat. Dalam ruangan terdapat Arca Lembu Nandi, kendaraan Syiwa, dalam posisi berbaring menghadap ke barat. Dalam ruangan tersebut terdapat juga dua arca, yaitu Arca Surya (dewa matahari) yang sedang berdiri di atas kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda dan Arca Candra (dewa bulan) yang sedang berdiri di atas kereta yang ditarik oleh sepuluh ekor kuda. Dinding ruangan tidak dihias dan terdapat sebuah batu yang menonjol pada tiap sisi dinding yang berfungsi sebagai tempat meletakkan lampu minyak. Dinding lorong di sekeliling tubuhcandi juga polos tanpa hiasan pahatan.
Candi Garuda.  Candi ini letaknya di utara Candi Nandi, berhadapan dengan Candi Wisnu. Garuda merupakan burung tunggangan Wisnu. Bentuk dan hiasan pada kaki dan tangga Candi Garuda serupa dengan yang terdapat di Candi Nandi. Walaupun dinamakan candi Garuda, namun tidak terdapat arca garuda di ruangan dalam tubuh candi. Di lantai ruangan terdapat Arca Syiwa dalam ukuran yang lebih kecil daripada yang terdapat di Candi Syiwa. Arca ini diketemukan tertanam di bawah candi, dan sesungguhnya tempatnya bukan di dalam ruangan tersebut.
Candi Angsa.  Candi ini letaknya di selatan Candi Nandi, berhadapan dengan Candi Brahma. Angsa merupakan burung tunggangan Brahma. Ukuran, bentuk dan hiasan pada kaki dan tangga Candi Angsa serupa dengan yang terdapat di Candi Garuda. Ruangan di dalam tubuh candi dalam keadaan kosong. Dinding ruangan juga tidak dihias, hanya terdapat batu yang menonjol pada dinding di setiap sisi ruangan yang berfungsi sebagai tempat meletakkan lampu minyak.
CANDI APIT
Candi Apit merupakan sepasang candi yang saling berhadapan. Letaknya, masing-masing, di ujung selatan dan ujung utara lorong di antara kedua barisan candi besar. Kedua candi ini berdenah bujur sangkar seluas 6 m2 dengan ketinggian 16 m.  tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tidak terdapat selasar di permukaan kaki candi. Masing-masing mempunyai satu tangga menuju satu-satunya ruangan dalam tubuhnya. Hanya ada hal yang istimewa tentang candi ini, ialah ketika candi ini sudah selesai di bangun kembali, kelihatan sangat indah.


CANDI PENJAGA
Selain keenam candi besar dan dua candi apit yang telah diuraikan di atas, di pelataran atas masih terdapat delapan candi berukuran sangat kecil, yaitu dengan denah dasar sekitar 1,25 m2. Empat di antaranya terletak di masing-masing sudut latar, sedangkan empat lainnya ditempatkan di dekat gerbang masuk ke pelataran atas.
Wajah Prambanan sekarang telah terlihat cantik. Di depan komplek candi, dibangun panggung pentas sendratari Ramayana dan Taman Wisata Prambanan yang dapat mempercantik wajah komplek Prambanan.


Legenda Rara Jonggrang
Dahulu kala di P. Jawa bagian tengah terdapat dua kerajaan yang saling bertetangga, yaitu Kerajaan Pengging, yang diperintah oleh Raja Pengging, dan Kerajaan Prambanan, yang diperintah oleh Prabu Baka. Prabu Baka berwujud raksasa yang bertubuh besar dan mempunyai kesaktian luar biasa. Prabu Baka terkenal kejam karena, untuk mempertahankan kesaktiannya, ia secara rutin melaksanakan upacara persembahan dengan mengurbankan manusia. Walaupun wujudnya menyeramkan dan hatinya kejam, Prabu Baka mempunyai seorang putri yang sangat cantik, bernama Rara Jonggrang.
Raja Pengging sudah lama merasa sedih karena rakyatnya sering mendapat gangguan dari bala tentara Kerajaan Prambanan. Ia ingin sekali menumpas para penguasa Kerajaan Prambanan, namun mereka terlalu kuat baginya. Untuk mencapai keinginannya, Raja Pengging kemudian memerintahkan putranya, Raden Bandung, untuk bertapa dan memohon kekuatan dari para dewa. Raden Bandung berhasil mendapatkan kesaktian berupa jin, bernama Bandawasa, yang selalu patuh pada perintahnya. Sejak itu namanya diubah menjadi Raden Bandung Bandawasa.
Berbekal kesaktiannya itu, Raden Bandung berangkat ke Prambanan bersama bala tentara Pengging. Setelah mengalami pertempuran yang sengit, Raden Bandung berhasil membunuh Prabu Baka. Dengan seizin ayahandanya, Raden Bandung bermaksud mendirikan pemerintahan yang baru di Prambanan. Ketika memasuki istana, ia bertemu dengan Rara Jonggrang. Tak pelak lagi, Raden Bandung jatuh cinta kepada sang putri dan meminangnya.
Rara Jonggrang tidak ingin diperistri oleh pemuda pembunuh ayahnya, namun ia tidak berani menolak secara terang-terangan. Secara halus ia mengajukan syarat bahwa, untuk dapat memperistrinya, Raden Bandung harus sanggup membuatkan 1000 buah candi dalam waktu semalam. Raden Bandung menyanggupi permintaan Rara Jonggrang. Segera setelah matahari terbenam, ia pergi ke sebuah tanah lapang yang tidak jauh dari Prambanan. Ia bersemadi memanggil Bandawasa, jin peliharaannya, dan memerintahkan jin itu untuk membangun 1000 candi seperti yang diminta oleh Rara Jonggrang.
Bandawasa kemudian mengerahkan teman-temannya, para jin, untuk membantunya membangun candi yang diinginkan majikannya. Lewat tengah, Rara Jonggrang mengendap-endap mendekati lapangan untuk melihat hasil kerja Raden bandung. Betapa kagetnya sang putri melihat bahwa pekerjaan tersebut sudah hampir selesai. Secepatnya ia berlari ke desa terdekat untuk membangunkan para gadis di desa itu. Beramai-ramai mereka memukul-mukulkan alu (penumbuk padi) ke lesung, seolah-olah sedang menumbuk padi. Mendengar suara orang menumbuk padi, ayam jantan di desa itu terbangun dan mulai berkokok bersahutan.
Pada saat itu Bandawasa telah berhasil membuat 999 candi dan sedang menyelesaikan pembangunan candi yang terakhir. Mendengar suara ayam berkokok, Bandawasa dan kawan-kawannya segera menghentikan pekerjaannya dan menghilang karena mereka mengira fajar telah tiba. Raden Bandung yang melihat Bandawasa dan kawan-awannya berlarian langsung bangkit dari semadinya dan bersiap-siap menyampaikan kegagalannya kepada rara Jonggrang. Setelah beberapa lama menunggu, Raden Bandung merasa heran karena fajar tak kunjung tiba. Ia lalu menyelidiki keanehan yang terjadi itu.
Raden Bandung sangat marah setelah mengetahui kecurangan Rara Jonggrang. Ia lalu mengutuk gadis itu menjadi arca. Sampai saat ini Arca Rara Jonggrang masih dapat ditemui di Candi Rara Jonggrang yang berada di kompleks Candi Prambanan. Raden Bandung juga mengutuk para gadis di Prambanan menjadi perawan tua karena tidak seorangpun yang mau memperistri mereka.
 

MANUSIA PURBA TRINIL

Museum Purbakala Trinil
Kabupaten Ngawi - Jawa Timur - Indonesia

Foto 1 dari  1Museum Trinil di Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa TimurFoto 1 dari  1Museum Trinil di Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur
Foto 1 dari  1
Museum Trinil di Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur



Museum Trinil di Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur
Rating : Rating 2.2 2.2 (6 pemilih)
A. Selayang Pandang
Banyak ahli teori evolusi percaya bahwa peneliti pertama yang menemukan mata rantai yang hilang (missing link) dari teori evolusi manusia adalah Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda. Ia berangkat dari negeri kincir angin untuk membuktikan asumsi ini: bahwa mata rantai yang menghubungkan evolusi dari primata menjadi manusia modern terdapat di kawasan tropis, sebab diperkirakan “manusia pengantara” ini sudah tidak memiliki bulu seperti nenek moyang sebelumnya (http://lembahediyanto.blogspot.com).
Dubois berangkat menggunakan kapal SS Prinses Amalia menuju Sumatra, tepatnya ke daerah Payakumbuh, Sumatra Barat. Di tempat ini ia melakukan penggalian di pegunungan dan gua-gua kapur di sepanjang Payakumbuh. Hasilnya ternyata mengecewakan. Fosil-fosil manusia yang ia temukan terlalu muda, sehingga tidak sesuai dengan harapannya. Setelah menerima informasi bahwa di Jawa ditemukan fosil manusia wajak (Homo wajakensis), Dubois akhirnya memindahkan proyek penggaliannya ke tanah Jawa, mengikuti alur sungai Bengawan Solo. Pada sebuah lekukan sungai, di daerah yang disebut Trinil, Ngawi, Jawa Timur, ia menemukan berbagai fosil hewan purba. Tak hanya itu, di tempat ini ia berhasil menemukan gigi dan atap tengkorak yang menyerupai kera (Harry Widianto dalam http://m.kompas.com).
Setahun kemudian, 15 meter dari tempat penemuan pertama, ia menemukan tulang paha kiri yang seusia dengan fosil sebelumnya, tetapi mirip dengan tulang paha manusia modern. Ini artinya, manusia purba tersebut telah berjalan tegak. Oleh sebab itu, Dubois kemudian menamakan fosil temuannya sebagai Pithecanthropus erectus, alias manusia kera berjalan tegak. Banyak ahli percaya bahwa temuan Dubois ini adalah missing link yang selama ini dicari untuk membuktikan kesahihan teori evolusi. Sebab Pithecanthropus erectus seolah mewakili proses evolusi dari primata menjadi manusia, ini misalnya terlihat dari volume otak 900 cc yang berada antara kapasitas manusia dan kera, serta tulang paha yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak (Harry Widianto dalam http://m.kompas.com).  

Foto Eugene Dubois
Sumber Foto: http://www.talkorigins.org
Sejak penemuan Pithecanthropus erectus itu, daerah Trinil kemudian mendunia. Masyarakat dunia serta merta mengenal titik kecil di tengah Pulau Jawa itu sebagai salah satu tempat penemuan penting dalam perkembangan teori evolusi, ilmu antropologi, paleoantropologi, serta arkeologi. Penelitian Dubois sendiri berlangsung antara 1891-1895. Tempat penemuan fosil Pithecanthropus erectus telah ditandai dengan sebuah monumen yang dibangun oleh Dubois pada tahun 1895.
Namun, lokasi penelitian Dubois ini seolah hanya menjadi lahan penelitian. Artinya fosil-fosil yang dikenal masyarakat internasional tidak lagi berada di Trinil, melainkan di Belanda dan Jerman. Masyarakat setempat yang menemukan fosil-fosil manusia maupun hewan purba juga cenderung menjualnya kepada pihak swasta. Kondisi ini cukup memprihatinkan. Namun, untunglah salah seorang warga bernama Wirodihardjo memiliki kepedulian dengan mengoleksi fosil dan benda-benda purbakala yang ditemukan oleh masyarakat setempat. Dengan telaten ia mengganti fosil-fosil yang ditemukan warga dengan uang atau bahan-bahan kebutuhan pokok, sehingga warga dengan rela menyerahkan temuannya. Sebab itulah, Wirodihardjo kemudian lebih dikenal dengan sebutan Wiro Balung (balung = tulang). Nama ini disematkan oleh masyarakat setempat karena ia dikenal sebagai pengumpul tulang-tulang (fosil) (http://liburan.info).
Dari hari ke hari, koleksi “tulang-belulang” yang dikumpulkan Wirodihardjo kian bertambah. Fosil-fosil tersebut umumnya ditemukan warga atau oleh Wirodihardjo sendiri di tiga desa di kawasan Trinil, yakni Desa Kawu, Desa Gemarang, dan Desa Ngancar. Melihat potensi besar tersebut, pemerintah daerah akhirnya membangun sebuah museum untuk menampung koleksi fosil-fosil yang dikumpulkan Wirodihardjo. Pada tahun 1980-1981, bangunan museum telah selesai dibangun. Namun, peresmiannya baru dilakukan pada 20 November 1991 oleh Gubernur Jawa Timur, Soelarso. Sayangnya, ketika museum tersebut diresmikan, Wirodihardjo telah meninggal setahun sebelumnya, yakni pada 1 April 1990 (http://liburan.info).  
Lokasi museum ini mengambil tempat di bekas lahan ekskavasi yang dilakukan oleh Dubois, tepatnya di dekat monumen yang dibangun oleh Dubois. Selain untuk mengenalkan kehidupan manusia, flora dan fauna purba, serta ekosistemnya, museum ini juga bertujuan untuk mengingatkan pada dunia bahwa di titik kecil di pulau jawa inilah ditemukan fosil yang dianggap menjawab misteri mengenai mata rantai yang hilang (missing link) dari proses evolusi manusia.

B. Keistimewaan

Anda mungkin masih ingat pelajaran sejarah purbakala ketika duduk di bangku sekolah dasar atau sekolah menengah, bahwa Indonesia merupakan salah satu lokasi penemuan penting yang mengungkap misteri kehidupan manusia purba. Adalah Eugene Dubois yang banyak dihafal oleh murid-murid sebagai penemu manusia Jawa atau Pithecanthropus erectus. Dan Trinil, di Kabupaten Ngawi, merupakan salah satu lokasi penemuan Pithecanthropus erectus yang kerap kali ditanyakan dalam lembar-lembar ujian sejarah purbakala. Dengan mengunjungi museum ini, Anda akan diingatkan kembali pada pelajaran-pelajaran sejarah purbakala tersebut. Tetapi bukan dengan menghafal di awang-awang, melainkan Anda akan membuktikannya dengan melihat sendiri seperti apa bentuk-bentuk fosil purba tersebut.
Museum ini terletak di bantaran Sungai Bengawan Solo. Hal ini mengingatkan para pelancong bahwa di sekitar bantaran sungai inilah dahulu manusia purba tinggal dan membangun kebudayaannya. Museum Trinil memang menjadi salah satu obyek wisata sejarah yang penting, baik bagi wisatawan biasa maupun pelajar atau peneliti. Keberadaan museum ini telah memberikan sarana bagi mereka yang ingin mengetahui kehidupan manusia purba, ekosistemnya, serta flora dan fauna yang hidup pada jaman tersebut. Kawasan Trinil merupakan salah satu kawasan yang menjadi penemuan fosil-fosil dari masa pliosen, sekitar 1,5 juta tahun yang lalu, hingga zaman pleistosen berakhir, yaitu sekitar 10.000 tahun sebelum masehi (http://liburan.info).  

Patung gajah purba
Sumber Foto: http://www.eastjava.com
Menginjakkan kaki di halaman museum, wisatawan akan disambut oleh gapura museum dengan latar belakang patung gajah purba. Patung gajah ini cukup besar untuk ukuran gajah sekarang, dengan gading yang sangat panjang, dan anatominya lebih mirip Mammoth tetapi tanpa bulu. Selain patung gajah, di halaman museum juga terdapat monumen penemuan Pithecanthropus erectus yang dibuat oleh Dubois. Pada monumen tersebut tertulis: “P.e. 175m (gambar anak panah), 1891/95″. Maksud dari tulisan tersebut adalah, Pithecanthropus erectus (P.e.) ditemukan sekitar 175 meter dari monumen itu, mengikuti arah tanda panah, pada ekskavasi yang dilakukan dari tahun 1891 hingga 1895.

Monumen penemuan Pithecanthropus erectus
Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com
Setelah cukup menikmati patung gajah dan monumen tersebut, wisatawan dapat menimba informasi lebih jauh dengan melihat koleksi museum yang berjumlah sekitar 1.200 fosil yang terdiri dari 130 jenis. Museum Trinil memamerkan beberapa replika fosil manusia purba, di antaranya replika Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Karang Tengah (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis. Kendati hanya berupa replika, namun fosil tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya. Sementara fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman.

Diorama manusia purba dan replika tengkorak manusia purba
Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com
Selain fosil manusia, museum ini juga memamerkan fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus), serta fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus). Fosil-fosil hewan ini umumnya lebih besar dan panjang daripada ukuran hewan sekarang. Misalnya saja fosil gading gajah purba yang panjangnya mencapai 3,15 meter, bandingkan dengan gajah sekarang yang panjang gadingnya tak lebih dari 1,5 meter.

Gading gajah purba
Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com

C. Lokasi

Museum Purbakala Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.

D. Akses

Museum Purbakala Trinil berada sekitar 5 kilometer arah utara dari jalan raya Solo-Surabaya. Dari Kota Ngawi, museum ini terletak sekitar 13 kilometer arah barat daya. Untuk menuju museum ini, dari Kota Ngawi wisatawan dapat menggunakan jasa bus umum arah Solo. Wisatawan turun di gapura besar yang menjadi penanda menuju Museum Trinil. Dari gapura tersebut, wisatawan dapat mencarter ojek untuk sampai ke museum dengan menempuh jarak sekitar 5 kilometer. Apabila menggunakan kendaraan pribadi dari Kota Ngawi, wisatawan sebaiknya bertanya arah yang tepat menuju museum, sebab papan penunjuk menuju museum ini masih sangat minim.

E. Harga Tiket

Harga tiket untuk memasuki Museum Trinil adalah Rp.1000,00 untuk anak-anak dan Rp2.000,00 untuk orang dewasa. Tiket ini dibayarkan di pos penjaga yang terdapat di luar museum. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, Anda dikenai biaya parkir, yaitu Rp500,00 untuk motor dan Rp1.000,00 untuk mobil.

F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Museum Purbakala Trinil telah dilengkapi berbagai fasilitas, seperti lahan parkir yang cukup luas, pendopo atau ruang pertemuan, kantor layanan informasi, tempat istirahat bagi tamu atau peneliti yang ingin tinggal selama beberapa hari, mushola, serta toilet. Selain berbagai fasilitas tersebut, wisatawan yang ingin beristirahat usai mengunjungi museum bisa rehat sejenak dengan duduk-duduk di taman yang dilengkapi dengan sarana bermain anak. Taman ini telertak di sebelah utara museum. Taman bermain anak tersebut menyediakan berbagai sarana permainan anak, seperti ayunan, papan seluncur, serta jungkat-jungkit. Selain dihiasi oleh bunga-bunga, taman ini juga diperindah dengan patung-patung hewan yang merupakan rekonstruksi dari bentuk-bentuk hewan purba.
Bagi Anda yang ingin melihat langsung aliran Bengawan Solo dapat duduk-duduk di kursi panjang yang menghadap sungai yang terkenal berkat lagu keroncong ciptaan Gesang ini. Sungai ini memanjang persis di sebelah museum dengan dilingkupi rerimbunan pohon yang menyejukkan suasana. Apabila merasa lapar, para pelancong dapat memesan makanan seperti tempe lodeh plus telur dadar dengan harga yang sangat terjangkau di warung-warung makan di depan museum.
(Lukman/wm/69/08-09)